PENGUNDURAN diri Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan pada akhir Mei lalu mengubah konstelasi tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II.

Presiden SBY hanya menyisakan dua orang ekonom sebagai menteri di bidang perekonomian, yakni Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan Menteri PPN/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana. Sementara sisanya berasal dari kalangan partai politik, pengusaha, dan bankir.

Kemudian untuk memperkuat tim ekonomi, Presiden SBY pun membentuk Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang mayoritas anggotanya adalah pengusaha. Ada anggapan, dengan terpilihnya kalangan pengusaha sebagai pejabat pembuat kebijakan publik - terutama di bidang ekonomI - akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Alhasil, jika mereka sukses mengelola bisnis, akan sukses pula dalam mengelola perekonomian negara.

Bukankah mereka telah berhasil menyejahterakan dirinya sehingga akan berhasil pula menyejahterakan bangsanya. Paul Krugman, ekonom peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2008, memaparkan betapa berbahayanya jika kebijakan ekonomi suatu negara diserahkan kepada pengusaha.

Dalam risalah yang berjudul Negara Bukan Perusahaan (Marjin Kiri: 2010), dia menjelaskan perbedaan karakter antara seorang ekonom dengan pengusaha dalam memandang perekonomian. Menurut dia, cara berpikir yang membentuk seorang pengusaha andal bukanlah kebiasaan berpikir seorang ekonom. Lebih lanjut dia mengatakan, seorang presiden direktur yang menghasilkan uang USD1 miliar bukan orang yang tepat untuk dimintai pendapat soal perekonomian sebesar USD6 triliun.

Apa sebabnya? Krugman menegaskan, karena negara bukanlah sebuah perusahaan besar. Mengelola perekonomian negara tentunya jauh lebih rumit dari mengelola bisnis perusahaan. Di dalam perekonomian suatu negara, ada ribuan lini bisnis yang berlainan dan bahkan tak jarang saling bertentangan satu sama lain.

by : http://economy.okezone.com/read/2010/06/17/279/343789/pengusaha-dan-kebijakan-ekonomi